Cerpen I Made Sudarma,S.Pd.
“Komang, aku persembahkan mawar merah muda ini untukmu, hanya untukmu.
Selama dua tahun aku rawat mawar ini di dalam kebunku, selama itu pula aku
simpan rasa cinta ini kepadamu. Aku tahu bunga mawar ini tidak indah, tetapi
cintaku yang terwakilkan oleh mawar ini mengalahkan semua yang indah. Terimalah
mawar ini sebagai tanda kau menerima cintaku!”, Putu Kota menyodorkan seikat
mawar merah muda kepada Komang Darmastuti dengan penuh harapan cintanya akan
diterima.
Malam belum sampai pada angin
dingin. Sinar bulan timbul tengelam dalam celah kecil lambian daun bunut menerpa seikat mawar merah
muda yang masih dipegang oleh Putu Kota. Komang Darmastuti masih tercengang.
Pandangannya kosong terlempar sangat jauh. Malam terus saja merangkak menggapai
angin Bukit Kelibun yang semakin dingin. Bagi Putu Kota, malam ini adalah malam
setelah empat kapat 1) menunggu.
Malam yang menjadi puncak keberanian Putu Kota untuk mengungkapkan rasa
cintanya dengan sekuntum bunga mawar. Namun bagi orang-orang Kelibun, malam ini
adalah malam yang mengubur rasa penasaran mereka akan perubahan sikap Putu
Kota.
Oleh orang-orang Kelibun, ketika
itu, Putu Kota disebut sebagai pemuda yang lengit
2) dan
pemuda sing pati rungu 3) , kecuali hanya
santai menghabiskan dan menutup hari-harinya begitu saja. Namun tiba-tiba saja
Putu Kota mempunyai kegemaran menanam
bunga mawar. Ini adalah misteri bagi orang-orang Kelibun.
“Mawar-mawar ini adalah
mimpi-mimpiku, cintaku, untuk bulan yang selalu bersinar dalam ruang rinduku”,
jawab Putu Kota ketika beberapa
orang-orang Kelibun mencoba mengusut perubahan sikapnya itu. Putu Kota tetap
saja menyimpan perubahan kebiasaanya itu terhadap orang-orang Kelibun.
Jauh sebelum
Putu Kota memiliki kegemaran menanam bunga mawar, sepasang bola mata yang
bulat, dihiasi bulu mata yang lentik, telah menjerat hatinya. Putu Kota takluk
oleh rasa yang selalu saja ingin memiliki sepasang bola mata itu. Sepasang bola
mata itu adalah milik seorang gadis Kelibun, Komang Darmastuti. Inilah awal
dari perubahan sikap Putu Kota, tiba-tiba menjadi orang yang sangat menyangi
bunga mawar. Sekali lagi, ini sangat rahasia bagi Putu Kota dan orang-orang
Kelibun tidak perlu tahu.
Namun setiap kali Putu Kota mencoba
mengutarakan perasaannya itu, setiap kali itu pula Komang Darmastuti membuat
bibirnya gagu, membuat lidahnya membisu. Komang Darmastuti telah begitu hebat
membekukan dirinya. Cinta tak membuat Putu Kota menyerah. Berbagai cara telah
dia pikirkan untuk dapat menyatakan cintanya kepada Komang Darmastuti. Namun,
satu per satu cara itu gugur oleh kepengecutan Putu Kota.
Cara yang pertama, yang pernah hadir dalam pikirannya, adalah dengan cara
menulis surat cinta untuk Komang Darmastuti. Akan tetapi menurut Putu Kota,
cinta tidak mungkin dapat diungkapkan dengan berlembar-lembar kertas, sebab
cinta adalah masalah bisikan hati. Baginya, kata-kata bisa dikonotasikan pada
kepalsuan dan kebohongan, sedangkan cinta adalah kejujuran mutlak yang tidak
bisa diinterfensi oleh kepalsuan duniawi. Oleh karena itu, cara ini harus
digugurkan, tidak tepat digunakan untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada
Komang Darmastuti.
Cara yang kedua yang pernah
terlintas dalam pikirannya adalah dengan menelpon, mengirim SMS, ataupun lewat WhatsApp kepada Komang Darmastuti. Namun
lagi-lagi menurut dia, cinta tidak dapat tidak hanya untian kata-kata. Cinta
adalah bahasa mata, bahasa bibir, dan bahasa senyum. Sehingga, kalau hanya
dengan menelpon, meng-SMS, atau
mengirim WhatsApp, dia akan
kehilangan bahasa mata, bahasa bibir, dan bahasa senyum, bahkan kepura-puraan
yang mungkin akan didapat. Dengan alasan-alasan itu, Putu Kota akhirnya menolak
cara ini untuk digunakan mengungkapkan cinta kepada Komang Darmastuti.
Cara yang ketiga, yang pernah
terpikirkan oleh Putu Kota adalah dengan menggunakan jasa mbak comblang 4)
untuk menyampaikan rasa cintanya kepada Komang Darmastuti. Namun sekali lagi,
setelah ditimbang-timbang, cara ini pun dirasa tidap tepat. Menurut Putu Kota,
cinta tidak dapat diwakilkan oleh siapapun dan oleh apapun. Oleh karena itu
menggunakan mbak comblang adalah
tidak tepat. Cinta adalah masalah perasaan yang sifatnya sangat rahasia dan
sangat pribadi. Dengan demikian, cara ini pun dipandang tidak tepat oleh Putu
Kota.
“Ahc!”,
Putu Kota mendesah sangat dalam, terjebak dalam kebuntuan memilih cara yang
tepat untuk menyatakan cinta kepada Komang Darmastuti. Di tengah-tengah rasa
frustasi yang melanda itu, terlintas ungkapan itu “Say it with flower”. Entah di mana dan entah kapan dia mendengar
ungkapan itu, Putu Kota tidak mampu mengingatnya kembali. Yang jelas, ungkapan itu tiba-tiba saja
melintas dalam pikirannya. Dari ungkapan itu, muncul ide Putu Kota untuk
menyatakan cintanya kepada Komang Darmastuti dengan menggunakan bunga mawar.
Putu Kota akhirnya memilih cara ini. Inilah awal yang menjadi benih munculnya
kegemaran Putu Kota untuk menanam dan merawat bunga mawar yang tidak pernah
diketahui oleh orang-orang Kelibun.
Namun waktu yang diharapkan mampu menumbuhkan keberaniannya tidak kunjung
datang, hanya mampu menambah jumlah dan menambah luas kebun mawarnya sampai
setengah pekarangan 5) rumahnya kini.
Waktu ini pula yang akhirnya menghilangkan rasa penasaran orang-orang Kelibun
akan perubahan sikapnya.
Rasa penasaran orang-orang Kelibun telah terhapuskan pelan-pelan setelah
mereka ternyata ikut merasakan manfaat dari bunga-bunga mawar yang ditananam
oleh Putu Kota. Misalnya, ketika purnama 6) atau tilem 7)
, atau rahine-rahine 8) yang
lain, ibu-ibu bukit Kelibun dapat memetik bunga mawar itu dengan cuma-cuma
untuk dikemas menjadi canang sari 9). Orang-orang Kelibun
telah merasa terbantu aktivitas ritualnya oleh bunga mawar yang ditanam Putu
Kota.
Kini setelah empat kapat
menunggu, setelah 2 tahun berlalu, setelah jumlah mawar dan luas kebun mawar
bertambah, setelah orang-orang Bukit Kelibun melupakan rasa penasarannya,
kepengecutan Putu Kota akhirnya terkubur juga. Keberanian Putu Kota untuk
mengungkapkan rasa cintanya secara langsung kepada Komang Darmastuti
berangsur-angsur tumbuh. Seikat mawar merah muda, yang dia petik dari kebun
mawarnya, telah siap diberikan kepada Komang Darmastuti untuk mengungkapkan
rasa cintanya.
“ Beli 10)Putu, mawar ini begitu indah sampai di hatiku.
Jujur, telah lama aku menunggu mawar ini dari beli”, kata-kata Komang Darmastuti begitu lembut menjawab
permintaan Putu Kota. Malam menjadi begitu indah bagi Putu Kota. Ada harapan
yang tersimpan dari kata-kata Komang Darmastuti, bahwa mawar dan cintanya akan
diterima.
“Terimalah mawar ini. Katakan bahwa
Komang menerima cintaku ini, cinta yang aku pendam selama dua tahun”, Putu Kota
meyodorkan seikat mawar itu ke depan Komang Darmastuti, dengan penuh keyakinan.
“Sesungguhnya ada satu hal yang
menyesakkan hatiku, ketika beli
mempersembahkan mawar ini untukku. Setelah sekian lama aku tunggu mawar ini
dari beli, mengapa baru sekarang
datang. Aku kecawa”, Komang Darmastuti menjawab begitu pelan diikuti oleh
desahan panjang.
“Kenapa?”, Putu Kota segera memburu
kalimat terbata-bata yang diungkapkan oleh Komang Darmastuti dengan pertanyaan.
“Selama aku menunggu mawar ini dari beli Putu, selama itu pula ada
ketidakyakinanku, bahwa beli mungkin
tidak akan pernah memberikan mawar merah kepadaku, tidak pernah memiliki rasa
cinta kepadaku. Aku takut kalu cintaku bertepuk sebelah tangan. Karena itu pula,
maka sebelum beli memberi mawar ini,
aku telah menerima mawar dari orang lain. Cintaku telah dimiliki oleh orang
lain, sehingga aku tidak bisa menerima mawar ini. Maafkan aku, beli. Aku telah membuat hati beli kecewa. Maafkan aku, beli”.
Air mata Komang Darmastuti berlahan menetes di pipinya. Komang Darmastuti
tiba-tiba lari membawa isak tangisnya menembus malam Kelibun yang kian sepi dan
dingin. Putu Kota tinggal mematung,
memegang seikat mawar merah mudanya.
I Made Sudarma,S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia
SMP Negeri 1 Nusa Penida
No comments:
Post a Comment