Belajar Bersama Si Iwul, Membangun Energi
Apresiasi Siswa
Oleh I Made
Sudarma *)
Pengajaran apresisai sastra
merupakan pengajaran yang mengajak siswa untuk menjelajahi dunia sastra, baik
puisi, cerpen, maupun novel. Penjelajahan ini dapat dilakukan dengan membaca
karya-karya para sastrawan dan memberi penilaian ataupun menganalisis
karya-karya tersebut. Pengajaran apresiasi sastra sesungguhnya pengajaran yang
memberikan ruang kepada para siswa untuk berdialog secara langsung dengan karya
satra, sehingga mereka dapat merasakan dan mengambil hikmah dari karya sastra
yang telah dibaca.
Ketika kemampuan para siswa saya
untuk mengapresiasi karya satra masih dipertanyakan, saya mencoba mencari akar
penyebabnya. Menurut saya, salah satu penyebab adalah kegagalan para siswa
dalam merekonstruksi materi-materi sastra yang ada di dalam buku teks
pelajaran. Sebenarnya, teori keilmuan dari materi pokok sastra, baik yang
berkenaan dengan membaca, menulis, atau menganalisis karya sastra, yang ada di
buku teks pelajaran untuk siswa, sudah sangat aplikatif. Akan tetapi sulit
dikenali sebagai sebuah teori oleh siswa. Teori-teori yang ada di dalam buku
teks siswa itu tidak lagi berupa penjelasan dalam bentuk definisi formal
beserta seperangkat penjelasannya, seperti ciri-ciri klasikal. Teori sastra
yang aplikatif itu berupa permintaan kepada siswa untuk melakukan sesuatu,
yaitu melakukan latihan, baik soal-soal untuk menganalis atau membaca contoh
karya sastra yang telah disajikan dalam buku teks pelajaran itu. Sebenarnya, penyajian
materi seperti inilah sesungguhnya sesuai dengan ciri pelajaran sastra yang
mengarahkan siswa untuk mampu mengapresiasi sastra, bukan sekadar menghafal
teori-teori sastra. Siswa dihadapkan langsung dengan contoh karya sastra.
Namun, di sinilah kelemahan siswa saya. Mereka tidak mampu merangkai materi
sastra yang ada dalam buku teks pelajaran itu menjadi sebuah alur belajar untuk
bisa mengapresiasi sastra.
Sebagai fasilitator, saya mencobakan
sebuah metode pembelajaran inovatif. Metode pembelajaran ini merupakan inovasi
dari metode pembelajaran kontruktivisme. Dengan metode ini, saya menghadapkan
siswa secara langsung pada contoh karya satra, kemudian mereka harus menyimak,
memahami, menjawab (melakukan permintaan berdasarkan soal, sesuai dengan tujuan
pembelajaran), menyimpulkan apa yang telah dilakukan. Dari semua yang
dikerjakan oleh siswa itu, maka mereka telah menemukan sendiri materi sastra
yang sedang dipelajari. Sebagai langkah terakhir, siswa kemudian melakukan
kembali apa yang telah dikerjakan pada permasalahan/kasus sastra yang lain.
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran ini, saya kemudian menyebut metode
pembelajaran ini sebagai metode SI IWUL
(SImak, pahamI, jaWab, simpUlkan, dan Lakukan).
Sebagai contoh, dalam tujuan pembelajaran menentukan perwatakan dalam
cerpen misalnya, saya memberikan dua kutipan cerpen berikut.
(1) “Bukan kerena semua orang kampung ini sudah tahu ketika menjadi
pengembala kerbau aku sering menyate tikus!” kata Kenthus dalam tekanan yang
khas, “Melainkan kehormatan ini memang sudah seharusnya kuterima. Buktinya,
kemarin dulu aku bermimpi nunggang macan.
Jadi, aku kini sedang menunggangi kekuasaan karena macan adalah lambang
kekuasaan”.
(2) Manjadi orang kaya membuat dia berubah menjadi orang sombong dan
angkuh. Di depan istrinya, Kenthus berjalan berputar-putar. Lengganganya
mengayun ke samping kiri dan kanan. Ditambah gelaknya yang lepas, Kenthus
sengaja meniru Dursasana dalam pentas pewayangan.
Dari kedua contoh kutipan cerpen
itu, saya kemudian menugasi siswa untuk membacanya terlebih dahulu, kemudian
memahami, dan selanjutnya menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kedua
contoh kutipan cerpen tersebut. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah (1) Bagaimana
sifat/watak Kenthus dalam contoh kutipan cerpen 1 dan 2? (2) Dari mana kalian
bisa menyimpulkan sifat/watak Kenthus pada kutipan 1 dan 2?
Siswa akan menjawab kedua soal itu
seperti berikut. Jawaban soal (1) Sifat/watak Kenthus pada kutipan cerpen 1 dan
2 adalah sombong/angkuh, soal (2) Watak tokoh Kenthus pada kutipan 1 dapat
disimpulkan dari kata-katan tokohnya, yaitu” Jadi, aku kini sedang menunggangi
kekuasaan karena macan adalah lambang kekuasaan”, kutipan 2 dari narasi
pencerita(penulis), yaitu”Manjadi orang kaya membuat dia berubah menjadi orang
sombong dan angkuh”
Dari kedua jawaban (baca temuan)
siswa itu, saya berasama siwa menyimpulkan (pada langkah simpulkan) untuk
mengaitkan temuan itu dengan materi yang sedang dipelajari. Kesimpulan itu
adalah sebagai berikut. Sifat tokoh dalam cerita itulah yang disebut dengan
perwatakan, dan perwatakan dapat disampaikan/dibuat dengan dua cara, yaitu
dengan cara dramatik pada kutipan pertama dan dengan cara analitik pada kutipan
kedua. Cara dramatik adalah perwatakan yang disampaikan/dibuat melalui tingkah
laku tokoh(dalam kutipan pertama disampikan dengan kata-kata tokohnya). Cara
analitik adalah perwatakan yang disampaikan melalui penjelasan/pemaparan/narasi
pencerita atau penulis ceritanya.
I Made Sudarma,S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia
SMP Negeri 1 Nusa Penida
No comments:
Post a Comment